Kita
mengupas hal ini agar kita dapat menghindarinya dan sekaligus kita
mencari lebih jauh mengapa lantas terjadi perceraian ? Mengapa kita
sering mendengar begitu gampang orang kawin dan begitu gampang cerai ?
Kalau orang gampang untuk kawin, itu bagus, tapi jangan sampai
menggampangkan perceraian.
Rasulullah
bersabda “Sesuatu yang halal tetapi paling dibenci Allah adalah
perceraian”. Ini menunjukkan di satu sisi bahwa terkadang perceraian itu
tidak bisa dihindari sehingga jika ada satu pasangan yang memang tidak
ada kecocokan masih dipaksakan untuk terus, itu akan merugikan semua
pihak. Maka dibolehkan perceraian, tetapi diingatkan bahwa perceraian
itu halal tapi paling dibenci Allah.
Karena
itu, kalau masih bisa hidup bersama tanpa perceraian, maka pertahankan
perkawinan itu. Bahkan ada yang berkata seperti berikut :
Singgasana
raja itu kita ketahui betapa kokohnya. Terlebih singgasana Allah,
kokohnya tidak dapat terbayangkan. Jika terjadi perceraian maka
singgasana Allah yang demikian hebat kokohnya itu bergetar. Hal itu
dapat diilustrasikan bahwa Allah sangat membenci perceraian dan menahan
amarahnya sehingga bergetarlah singgasananya. Bukankah orang yang
menahan amarahnya, tubuhnya gemetar dan singgasana tempat bersemayamnya
bergetar ?
Nah,
perceraian itu menyebabkan “bergetar Singgasana Allah (Istazza
asrurRahman)” karena Allah sangat membencinya. Tetapi kalau ada
kebutuhan yang mendesak yang tidak dapat terelakkan karena sifat-sifat
dan kekurangan2 manusia, maka diperbolehkan perceraian.
Jadi kalau kita berbicara perceraian …. :
1.
Ketika Al Quran membolehkan perceraian, bahwa jangan beranggapan dia
(Al Quran) menganjurkan perceraian. Jangan beranggapan ketika Allah
menetapkan adanya perceraian bahwa itu sesuatu yang dengan gampang boleh
dilakukan. Perceraian itu bukan anjuran tetapi kalau ada kebutuhan
mendesak yang tidak dapat terelakkan, apa boleh buat.
2.
Pernah diuraikan tentang PERKAWINAN, bahwa Allah swt memberikan
tuntunan2 agar perkawinan itu dapat langgeng, bahkan kelanggengannya
bukan hanya sampai di dunia, tapi sampai di akhirat. Diberi tuntunannya,
sebelum melamar, bagaimana sewaktu kawin, dan bagaimana mengusahakan
agar kehidupan rumah tangga itu tenang, damai, sakinah, mawaddah wa
rahmah.
Al
Quran meminta kepada suami yang di tangannya diberi wewenang untuk
mencerai isteri, bahwa berpikirlah sebelum menjatuhkan cerai. Dalam QS.
An-Nisa (4) ayat 19 : “Kalau kamu tidak senang, ada dibalik sesuatu yang
tidak kamu senangi sesuatu yang baik”. Itu sebabnya perceraian masih
diberi kemungkinan untuk kembali sampai 2 kali bercerai. Ada talak 1,
talak 2, nanti ketika talak 3, sudah putus boleh kembali tapi -ada
pelajaran yang begitu keras bahwa- isterimu harus kawin dulu dengan
orang lain, kemudian jika dia bercerai, kamu dapat rujuk. Itu juga
sebabnya Allah melalui RasulNya menetapkan bahwa ada perceraian yang
tidak bisa dinilai jatuh kalau dalam keadaan-keadaan khusus. Perceraian
itu dua kali. Talak Pertama jatuh cerai, lalu diberi kesempatan kepada
suami dan isteri untuk berpikir. Itu indah bukan ???
Bahkan
keretakan hubungan sebelum perceraian terdapat tuntunan Quran, QS.
An-Nisa (4) ayat 35 : “Hai kamu (yang ada di dalam masyarakat di tengah
keluarga) kalau kamu melihat ada sepasang suami isteri ada tanda-tanda
percekcokan, cepat-cepat turun tangan, jangan biarkan”. Utus seorang
dari keluarga isteri dan seorang dari keluarga suami, perbincangkan apa
yang bisa diselesaikan. “.. kalau memang dua-duanya masih mau, Allah
akan beri jalan supaya mereka baik lagi”. Kadangkala suami isteri itu
saling gengsi, tapi hati kecilnya masih mau.
Kalau
memang dua belah pihak keluarga memang mau untuk menyatukan kembali
mereka, itu bisa terjadi. Allah akan memberikan taufiq. Kesulitannya
adalah kalau pihak keluarga malah mengompori atau kipas-kipas. Itu yang
tidak benar, kita tidak ikuti tuntunan Al Quran. Karena kalau memang
mereka mau, Allah akan memberikan taufiq. Tuhan akan mencocokkan. Taufiq
itu adalah persesuaian.
Kita
sering mendengar ada hidayah dan ada taufiq. Taufiq adalah persesuaian
antara kehendak saya dan kehendak Allah. Allah yang akan menyesuaikan
diantara mereka berdua. Ini ditempuh agar kita jangan bercerai.
pernikahan
itu dijalin oleh Allah dengan kalimatNya. Orang baru sah nikah kalau
menggunakan kalimat Alloh ,Kalimat Alloh itu luar biasa, luar biasa
besarnya, luar biasa agungnya.
Kalimat
Alloh itu penuh kejujuran, penuh keadilan, tidak bisa terganti. Dengan
kalimat Allah, Nabi Isa lahir tanpa ayah. Dengan kalimat Allah, Nabi
Yahya lahir padahal kedua orang tua beliau sudah sangat tua. Kalimat
Allah, itu buah perkawinan.
Allah
ini berkehendak agar pernikahan itu langgeng. Seakan-akan orang yang
bercerai, membatalkan kalimat Allah. Tapi sekali lagi, kalau memang ada
kebutuhan yang mendesak, apa boleh buat.
Jadi
Al Quran (Islam) tidak melarang atau tidak menutup pintu perceraian.
Tapi perceraian itu pintu darurat. Kita naik pesawat, ada pintu darurat.
Perlu tidak pintu darurat itu ? Perlu. Bagi yang seringkali naik
pesawat, pernahkah menggunakan pintu darurat ? Belum pernah malah jangan
sampai. Tapi pintu itu perlu. Sebab kalau tidak ada bagaimana ? Perlu
disiapkan pintu darurat. Perceraian persis seperti itu. Itu perceraian
dalam pandangan agama.
Kalau
sudah cerai, bagaimana selanjutnya hubungan yang sudah bercerai ini ?
Apakah bermusuhan ? Allah berpesan dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 229 :
“Kalau sudah dua kali, maka kesempatan yang ketiga atau kesempatan
berikutnya hanya ada dua, menahan dengan melanjutkan perkawinan dengan
baik sesuai dengan adat kebiasaan (ma’ruf), atau melepasnya dengan
ihsan”. Apa itu ihsan ? Apa bedanya dengan ma’ruf ?
Ada
namanya ihsan dan adil. Adil yaitu menuntut semua hak kita dan memberi
semua hak orang. Misalkan, si A punya hak atas si B 100 ribu, maka si B
bisa menuntut 100 ribu tidak lebih dan tidak kurang pada si A. Kalau
ihsan yaitu menuntut lebih sedikit dari hak kita dan memberi lebih
banyak dari hak orang. Saya punya hak 100 ribu pada si C, saya menuntut
hanya 90 ribu saja pada si C. Itu Ihsan.
Saya
punya hak 100 ribu pada si D, kemudian si D memberi saya 110 ribu. Itu
Ihsan. Jadi bercerai itu baik-baik. Jangan lantas bercerai dengan
berkata “oo memang dia dasar begini, dasar begitu”. Tidak seperti itu.
Bahkan anjurannya, “beri dia haknya lebih”. Jangan tuntut melebihi dari
hak Anda, bahkan harus ihsan, tuntut sebagian saja, itu yang diperintah
untuk ihsan.
“…Jangan
lupakan hari-hari indah yang pernah berlalu”. Nah, ada jasa dia kan ?
Jangan lupakan itu. Ada hari-hari bahagia, jangan lupa hari-hari bahagia
kamu bersama dia. Ini tuntunan Allah. Seringkali orang yang cerai itu
kan lupa, udah cekcok, keluarga ikut cekcok. Tidak, bukan begitu yang
benar. Kita terpaksa bercerai tetapi perceraian yang baik.
Kalau
dia kembali rujuk, dia tuntut untuk adil, tapi kalau cerai, dia
dituntut untuk lebih dari adil, yaitu ihsan. Jadi seakan-akan berkata,
kita pisah baik-baik, saya tidak lupa jasa-jasa kamu. Ini tuntunan
agama, kenapa seperti ini ? Sekali lagi, karena perceraian terkadang
dibutuhkan. Saya beri contoh saja, kita punya anak, kita didik bersama,
hidup bersama kita, tabiatnya sama atau tidak dengan kita? Ada anak yang
periang, ada yg lain. Bagaimana pola yang sama tapi hasilnya beda ?
Apalagi
dengan orang lain, yang hidup dibesarkan oleh orang tua yang lain,
sehingga perbedaan itu akan ada. Terkadang ada perbedaan yang tidak bisa
ketemu. Sudah diusahakan tapi tetap saja tidak bisa ketemu. Apa boleh
buat ? Kamu punya tabiat seperti itu dan isterimu punya tabiat yang
lain, dan tidak bisa ketemu. Pikiranmu tidak bisa bertemu dengan
pikirannya. Sehingga pada akhirnya, , suami pilih jalannya dan isteri
pilih jalannya sendiri pula, tetapi pisah secara baik-baik. Namun kalau
masih bisa Anda mengusahakan, yakinlah bahwa pasti Anda bisa ketemu asal
mau ikuti tuntunan agama.
Bagaimana dengan orang yang kawin-cerai, kawin-cerai ???
Kita
bertoleransi dengan orang yang cerai sekali, sehingga punya pengalaman.
Tapi kalo kawin-cerai, kawin-cerai itu namanya dia tidak pandai memilih
dan dia tidak mau mengikuti tuntunan agama. Perkawinan itu bukan
percobaan. Kenali calon sebelum maju untuk menikah. Kita ini manusia dan
ingin menciptakan generasi, kita ingin menciptakan masyarakat yang
rukun.
Tadi
disebutkan bahwa perceraian itu halal tapi dibenci oleh Allah, apakah
orang-orang yang bercerai itu juga dibenci oleh Allah ???
Kemudian
kalau terjadi perceraian, ada anak, upaya apa untuk membiayai
membesarkan anak karena mantan suaminya tidak mau memberikan biaya ???
Orang-orang
yang bercerai akan dibenci Alloh apabila mereka tidak berupaya terlebih
dahulu untuk menghindari perceraian. Seperti kita jangan dulu membuka
pintu darurat pesawat sebelum keadaannya mendesak. Jadi kalau
menggampangkan perceraian itu dibenci Alloh, Lalu, mengenai anak
bagaimana ???
Itu
problem terjadi jika perceraian tidak dilakukan secara baik-baik. Anak
itu kan bukan anak ibu, itu anaknya bapak, membawa nama bapaknya. Jadi
bapak musti membiayai anaknya. Kalau cerainya baik-baik, mantan
isterinya akan tetap dianggap sahabat, paling tidak dia dianggap orang
lain. Orang lain saja harus dia bantu, apalagi mantan isteri itu adalah
ibu dari anak bapak, dia harus bantu. Persoalannya adalah karena
perceraiannya tidak mengikuti tuntunan agama. Bercerai dengan bentrok,
maki-makian, membawa dendam. Begitu juga dengan si isteri. Jika
perceraian yang terjadi mengikuti tuntunan agama, pasti suami mau
memberikan biaya untuk anaknya, pasti hubungan akan tetap baik, hanya
sudah bukan hubungan suami isteri lagi.
Suatu Masalah :
Ada
satu keluarga yang mempunyai anak angkat yang sudah cukup besar
disamping ada 5 anak kandungnya. Isterinya baru tahu bahwa dia
berhubungan tidak normal (pria-pria) dengan anak angkatnya tersebut.
Isterinya mengusir anak angkatnya ini, tapi oleh suaminya anak angkatnya
ditampung di suatu tempat, sehingga suami masih berhubungan dengan anak
angkatnya tersebut. Lama kelamaan isterinya menuntut cerai, karena
suami tidak mau dan dia masih sayang dengan isterinya, bagaimana dengan
kejadian ini ???
Apa
yang dilakukan oleh suami itu sangat terlarang dan terkutuk oleh agama,
jelas kalau isteri tidak setuju, dan memang mustinya tidak setuju
dengan kebiasaan suaminya.
Sangat
bisa dibenarkan isteri menuntut cerai. Kasusnya bisa dilaporkan ke
pengadilan agama. Walaupun dia cerai, saya khawatir hubungan suami yang
tidak normal masih terus berlanjut. Sikap ibu ini sangat wajar apalagi
jika ingin memelihara anak-anaknya yang kandung disamping memelihara
dirinya dari pengaruh suaminya yang buruk itu.
Ada
isteri sudah bercerai karena suami selingkuh. Tapi suami masih sering
datang ke rumah mantan isterinya dan masih menuntut hak rumah bila
rumahnya dijual ???
Kalau
suami datang dengan terhormat, dan ada orang yang melihat, itu mirip
seperti kedatangan seorang tamu. Ini masih dalam batas-batas agama, asal
jangan berdua-duaan, karena kalau sampai berduaan bisa timbul yang
bukan-bukan. Jadi hubungan masih tetap baik. Soal rumah, rumah itu hak
suami ataukah hak isteri ? Rumah itu hak isteri. Ada ayat Quran yang
berkata dalam QS. Ath-Thalaq (65) ayat 6: “berikanlah mereka tempat
tinggal”. Jadi sebenarnya orang yang dicerai, ada yang memperbolehkan
dia menuntut rumah pada suaminya. Bukan sebaliknya, hak isteri, lantas
suami mau minta. Bisa-bisa saya (pak Quraish) berkata, dia berkewajiban
menyiapkan rumah untuk isteri yang diceraikannya, jangan sebaliknya.
Kesimpulan :
1. Perceraian adalah sesuatu yang sangat dibenci Allah, perlu dihindari sedapat mungkin.
2.
Kalaupun terjadi perceraian secara terpaksa, maka itu bukan berarti
hubungan mantan suami isteri menjadi hubungan permusuhan, tetapi tetap
hubungan yang baik. Saling menyebut dan mengingat-ingat
kebaikan-kebaikannya, saling menyebut jasa-jasanya sehingga tidak
terjadi kekeruhan diantara mereka atau antar keluarga mereka.
Wallohu A’lam
0 komentar:
Posting Komentar