BACAAN QUNUT DALAM SHALAT

Sudah menjadi satu kebiasaan di kebanyakan masjid yang ada di tanah air kita ketika shalat Shubuh berjamaah, imam selalu membaca do’a qunut setelah rukuk pada raka’at terakhir dengan bacaan “Allohummahdinaa fiiman hadait …dst.” kemudian diaminkan oleh para makmum di belakangnya.Do’a tersebut kebanyakan telah dihafal oleh kalangan awam, lebih-lebih mereka yang dianggap pandai dalam urusan agama. Hal ini dikarenakan do’a qunut ini tidak pernah mereka tinggalkan. Atau, mereka menganggap itu merupakan sunnah rawatib (sunnah yang selayaknya dilaksanakan terus) dalam shalat Shubuh. Atau bahkan yang lebih ekstrem, menganggap bahwa qunut Shubuh merupakan suatu keharusan yang tidak boleh ditinggalkan, sehingga tidak jarang kita jumpai seorang makmurn yang sedang shalat dengan seorang imam yang tidak dikenalnya, kemudian tatkala irnarnnya tidak membaca qunut dan langsung sujud setelah i’tidal, maka dia (si makmum) segera membatalkan shalatnya dan mengulangi shalatnya, atau kalau tidak demikian maka dia terus mengikuti imamnya sampai salam kernudian mengulangi shalat Shubuhnya karena dia menganggap shalat Shubuhnya tidak sah tanpa qunut.
Terjadinya hal tersebut tidak lain karena faktor ketidaktahuan mereka dalarn masalah ini, atau memang mereka tidak mau tahu lantaran mereka telah terjerat oleh perangkap taqlid buta, atau fanatik madzhab, atau sebab lainnya.
Untuk mengetahui bagairnana yang benar, kita harus kembalikan kepada Alloh dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui semua khilaf di antara manusia. Untuk itu, pada edisi kali ini penulis akan mengulas dengan singkat permasalahan qunut dalam shalat baik qunut shalat Shubuh, qunut Witir, atau yang lainnya. Mudah-mudahan Alloh Ta’ala memudahkannya.

1 Qunut Dalam Shalat Subuh
Termasuk kebiasaan kebanyakan orang, mereka terus-menerus melakukan qunut di setiap shalat Shubuh saja, sedangkan dalam shalat yang lain mereka tidak melakukannya.
Dalil mereka:
  1. Mereka berpegang dengan hadits:Dari Anas beliau berkata:
    “Rasulullah, senantiasa berqunut dalam shalat Shubuhnya sampai meninggal dunia.”
    Takhrij Hadits:
    Hadits ini dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf 3/110, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 2/312, Imam Ahmad dalam al-Musnad 3/162, ad-Daruquthni dalam as-Sunan 2/39, al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 2/201, dan ath-Thahawi dalam Syarh Ma’ani al-Atsar 1/248.
    Di dalam hadits ini ada seorang perawi lemah yang bernama Abu Ja’far ar Razi yang telah dikritik oleh para pakar hadits:
    Ahmad bin Hanbal mengatakan tentangnya: “Dia bukan perawi yang kuat.”
    Ibnul Madini berkata: “Dia adalah perawi yang mencampur hadits (salah dalam meriwayatkan hadits).”
    Abu Zur’ah berkata: “Dia sering salah (dalam meriwayatkan hadits).”
    Ibnu Hibban berkata: “Dia sering bersendirian dengan riwayat-riwayat yang mungkar, meriwayatkan hadits-hadits dari para perawi yang masyhur (keterpercayaannya) .”2
    Ibnul Qayyim mengatakan:
    “Abu Ja’far telah dilemahkan oleh Imam Ahmad dan lainnya.”3
    Syaikh al-Albani dalam Silsilah adh-Dhaifah hadits no. 1238, beliau mengatakan: “Hadits ini mungkar.” Dengan sebab perawi yang disebutkan di atas.
  2. Ada hadits lain yang semakna dengan hadits pertama yang dijadikan sandaran pengkhususan qunut secara terus-menerus dalam shalat Shubuh, dan dianggap sebagai penguat hadits yang pertama, yaitu:Dari Anas beliau berkata: “Rasulullah melakukan qunut, begitu juga Abu Bakr, Umar, dan Utsman.4
    Takhrij Hadits:
    Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Baihaqi (dalam as-Sunan al-Kubra 2/201) dan oleh Daruquthni (dalam as-Sunan 2/166).
    Dalam hadits ini ada dua orang perawi yang bernama Ismail bin Muslim al-Makki dan ‘Amr bin ‘ Ubaid, yang keduanya telah dikritik oleh para pakar hadits, di antaranya:
    Imam Baihaqi mengatakan:
    “Kami tidak menjadikan Ismail dan ‘Amr sebagai hujjah (dalam periwayatan hadits).5
    Al-Kharib dalam al-Kifayah (hal. 372) mengatakan: “Dia (Ismail) adalah perawi yang ditinggalkan haditsnya.”
    Syaikh al-Albani mengatakan:
    “Demikian juga Imam Nasa’i mengatakannya (Ismail adalah perawi yang ditinggalkan haditsnya) dan telah ditinggalkan oleh para pakar hadits. Adapun ‘Amr bin ‘Ubaid, maka dia telah dituduh dusta ditambah lagi dia seorang Mu’tazilah. Kemudian (hadits ini diriwayatkan oleh) al-Hasan al-Bashri, walaupun dia seorang yang tinggi derajatnya tetapi dia memalsukan hadits dengan cara ‘an’anah: yaitu dengan mengatakan “dari”, andaikan sanadnya shahih sampai kepada beliau (al Hasan al Bashri) maka tetap hadits itu tidak bisa dijadikan sebagai hujjah karena telah diriwayatkan oleh dua perawi yang ditinggalkan haditsnya.6
Kesimpulan tentang hadits qunut shubuh secara terus-menerus:Dari hadits-hadits yang telah kami paparkan semuanya tidak bisa dipakai sebagai hujjah untuk melegalisasi qunut Shubuh secara terus-menerus. Adapun sebagian ulama yang menghasankan hadits di atas dengan sebab banyaknya jalan riwayat hadits tersebut, maka tidak dapat diterima karena semuanya tidak dapat saling menguatkan dengan sebab sangat lemahnya dan bisa dikatakan mungkar karena menyelisihi hadits yang shahih dari Anas sendiri yang telah mengingkari adanya qunut Shubuh secara terus-menerus (sebagaimana akan kami jelaskan nanti).
1.1 Hukum Qunut Shubuh Secara Terus Menerus
Hadits yang disebutkan di atas tidak bisa dijadikan sandaran sebagai dalil qunut dalam shalat Shubuh secara terus-menerus karena kelemahannya. Oleh karenanya, banyak ulama yang telah mengomentari qunut Shubuh ini, di antaranya;
  1. Thariq bin Asyyam seorang sahabat yang mengikuti shalat berjamaah di belakang Rasulullah, Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali bin Abu Thalib beliau mengatakan qunut Shubuh adalah bid’ah sebagaimana dalam hadits berikut ini:
    Dari Sa’d bin Thariq al-Asyja’i berkata: Aku berkata kepada bapakku (1hariq): “Wahai bapakku, sungguh engkau telah mengikuti shalat berjamaah bersama dengan Rasulullah, Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali bin Abu Thalib, apakah mereka semua melakukan qunut pada shalat Shubuh?” Dia menjawab: “Wahai anakku itu adalah bid’ah.”7
  2. Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan para ulama yang semisalnya berdalil dengan hadits di atas (hadits Sa’d) bahwa qunut ratib (terus-menerus) dalam shalat Shubuh tidak dibolehkan.8
  3. Imam Ahmad mengatakan:
    “Tidak ada qunut dalam shalat Shubuh kecuali bila terjadi musibah (Nazilah) yang menimpa kaum muslimin.”9
  4. Al-Mubarakfuri mengatakan (ketika mengomentari hadits-hadits tentang qunut):
    “Qunut itu adalah qunut Nazilah, dan tidak pernah ada hadits shahih menerangkan adanya qunut dalam shalat kecuali qunut Nazilah.”10
Maka dapat kita simpulkan hukum qunut dalam shalat Shubuh secara terus-menerus adalah bid’ah, yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi kita dan para sahabatnya; selayaknya bagi setiap muslim untuk meninggalkannya. Namun sangat disayangkan banyak di kalangan kaum muslimin meninggalkan hadits-hadits yang shahih tentang qunut Nazilah, kemudian mengamalkan hadits yang lemah bahkan mungkar tentang qunut shalat Shubuh secara terus-menerus.11
Kalaupun Shahih, Hadits Itu Bukan Dalil Untuk Terus-Menerus Qunut Shubuh
Andaikan kita mengatakan hadits itu shahih, itu pun tidak dapat dijadikan sebagai dalil dikarenakan beberapa hal:
  1. Perkataan (qunut pada shalat Shubuh) dalam hadits Anas di atas mengandung beberapa kemungkinan makna, bisa bermakna tunduk patuh, khusyuk, thuma’ninah, dan terus-menerus taat. Perhatikan beberapa makna ayat ini :
    1. Kepunyaan-Nyalah siapa saja yang di langit dan di bumi, semuanya tunduk patuh hanya kepada-Nya. (QS. ar-Rum [30]: 26).
    2. Dan barangsiapa di antara kalian (istri-istri Nabi) terus-menerus taat kepada Alloh dan Rasul-Nya dan mengerjakan amalan shalih, ma.ka Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat. (QS. al-Ahzab[33]:31)
    3. Dan berdirilah (dalam shalatmu) dalam keadaan khusyuk. (QS. al-Baqarah[2]:238)
    Dari keterangan beberapa makna qunut di atas, kita ketahui bahwa (seandainya benar/shahih hadits Anas di atas), maka yang dimaksud oleh Anas adalah do’a ketika i’tidal yang disyariatkan, bukan do’a qunut yang mereka maksudkan karena dalam I’tidal harus khusyuk, thuma’ninah, dan tenang, dan tidak ada keterangan khusus makna qunut dalam hadits Anas itu adalah ucapan “Allohumahdinaa fiiman hadait… dst. ” serta karena Anas tidak mengatakan bahwa Rasulullah senantiasa mengucapkan do’a khusus qunut Shubuh yang berbunyi “Allohumahdinaa fiiman hadait… dst.” Maka dari mana mereka mengkhususkan qunut ketika shalat Shubuh dengan do’a itu?
  2. Dalam hadits yang shahih Anas pernah meriwayatkan hadits yang menjelaskan bahwa Nabi melaksanakan qunut pada shalat Shubuh dan Maghrib serta tidak mengkhususkan qunut dalam shalat Shubuh. Demikian juga yang diriwayatkan oleh al-Bara’ bin Azib.12 Sehingga kita dapat mengatakan bahwa yang shahih: Nabi tidak mengkhususkan qunut dalam shalat Shubuh saja, bahkan beliau qunut pada shalat Shubuh dan Maghrib.
  3. Qunut yang dimaksud oleh Anas adalah qunut Nazilah (do’a supaya diselamatkan dari suatu musibah). Oleh karena itu, Anas sendiri pernah meriwayatkan hadits Nabi dengan mengatakan:
    “Rasulullah melakukan qunut (mendo’akan kehancuran) atas suatu kaum di antara kaum-kaum Arab selama sebulan, kemudian beliau tinggalkan (qunut tersebut).13
  4. Bahwasanya Anas sendiri meriwayatkan bahwa bukan kebiasaan Nabi beserta para sahabatnya melakukan qunut dalam shalat, akan tetapi permulaan adanya do’a qunut adalah ketika Nabi mendo’akan (kehancuran) atas Ri’l dan Dzakwan sebagaimana dalam hadits yang dikeluarkan oteh Imam Bukhari dan Muslim:
    1. “Dan Anas berkata: Rasulullah pernah mengutus tujuh puluh orang laki-laki yang dikenal sebagai al-Qurra’ (para pembaca al-Qur’an) dalam sebuah keperluan. Kemudian tatkala sampai di sumur Maunah, mereka dihadang oleh penduduk dua kampung dari bani Sulaim, bani Ri’l, dan bani Dzakwan, maka mereka mengatakan: “Demi Alloh kami tidak bermaksud kepada kalian, kami hanya ingin lewat karena sebuah keperluan Rasulullah.” Kemudian mereka membunuh mereka (utusan Rasulullah tersebut). Maka Rasulullah mendo’akan kehancuran mereka dalam shalat Shubuh selama sebulan, dan itulah permulaan (adanya) Qunut kami, dan dulu kami tidak membaca do’a qunut.”14
    Hadits di atas menunjukkan bahwa bukan termasuk petunjuk Nabi terus-menerus melaksanakan qunut, bahkan qunut Nabi hanya sebatas kebutuhan saja, tatkala musibah itu berlalu maka Nabi berhenti dari qunutnya. Dan oleh karena itu, tatkala Rasulullah berdo’a qunut Nazilah dalam shalat Isya’ selama satu bulan untuk keselamatan beberapa kaum muslimin yang hendak datang kepada beliau, lalu suatu ketika beliau berhenti dari qunutnya, kemudian Abu Hurairah bertanya kepada Rasulullah akan hal itu, maka Rasulullah bersabda:
    Tidak tahukah engkau bahwa mereka (yang kita do’akan) telah datang?15
Maka inilah qunutnya Rasulullah, beliau tidak berqunut kecuali ada musibah yang menghadang kaum muslimin (Nazilah), dan dilakukan sebatas kebutuhan, kemudian beliau tinggalkan.
Catatan Kaki
2
Lihat Mizanul I’tidal 3/320, Tahdzibut Tahdzib 12/57, dan Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhuah no. 1328.
3
Lihat Zadul Ma’ad 1/276.
4
HR. Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 2/201, dan Daruquthni dalam as-Sunan 2/166.
5
Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah 3/385; kemudian Syaikh al-Albani berkomentar tentang Ismail al-Makki bahwa dia seorang yang haditsnya lemah.
6
Lihat footnote no. 4.
7
HR. Tirmidzi 1292, Ibnu Majah 1/393, Nasa’i 3/203-204; dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil hadits no. 435.
8
Lihat Subulus Salam 1/387 dalam penjelasan hadits Sa’d di atas.
9
Lihat Tuhfatul Ahwadzi 2/434
10
Taudhih al-Ahkam 2/83.
11
Lihat al-Qaul al-Mubin fi Akhtha’ al-Mushallin hal. 130)
12
HR. Muslim 1/470, Ahmad dalam al-Musnad’4/2~/”5, Tirmidzi dalam al-Jami’ 401, Abu Dawud 1441, dan lainnya,
13
HR. Muslim 304, Ahmad dalam al-Musnad 3/191, Abu Dawud 1445, Nasai 2/203, dan lainnya.
14
HR. Bukhari 1002, Muslim 297.
15
HR. Bukhari 804, Muslim 294.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar