Saya lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 mei 1965. Nama asli saya Nio Cwan Chung (sekarang M. Syafii Antonio) . Saya adalah
WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil saya mengenal dan menganut ajaran
Konghucu, karena ayah saya seorang pendeta Konghucu.
Selain mengenal ajaran Konghucu, saya juga mengenal ajaran Islam
melalui pergaulan di lingkungan rumah dan sekolah. Saya sering
memperhatikan cara-cara ibadah orang-orang muslim. Kerena terlalu sering
memperhatikan tanpa sadar saya diam-diam suka melakukan shalat.
Kegiatan ibadah orang lain ini saya lakukan walaupun saya belum
mengikrarkan diri menjadi seorang muslim.
Kehidupan keluarga saya sangat memberikan kebebasan dalam memilih
agama. Sehingga saya memilih agama Kristen Protestan menjadi agama saya.
Setelah itu saya berganti nama menjadi Pilot Sagaran Antonio.
Kepindahan saya ke agama Kristen Protestan tidak membuat ayah saya
marah. Ayah akan sangat kecewa jika saya sekeluarga memilih Islam
sebagai agama.
Sikap ayah saya ini berangkat dari image
gambaran buruk terhadap pemeluk Islam. Ayah saya sebenarnya melihat
ajaran Islam itu bagus. Apalagi dilihat dari sisi Al Qur’e2’80’99an dan
hadits. Tapi, ayah saya sangat heran pada pemeluknya yang tidak
mencerminkan kesempurnaan ajaran agamanya.
Gambaran buruk tentang kaum muslimin itu menurut ayah saya terlihat
dari banyaknya umat Islam yang berada dalam
kemiskinan,keterbelakangan,dan kebodohan. Bahkan, sampai mencuri sandal
di mushola pun dilakukan oleh umat Islam sendiri. Jadi keindahan dan
kebagusan ajaran Islam dinodai oleh prilaku umatnya yang kurang baik.
Kendati
demikian buruknya citra kaum muslimin di mata ayah, tak membuat saya
kendur untuk mengetahui lebih jauh tentang agama islam. Untuk mengetahui
agama Islam, saya mencoba mengkaji Islam secara komparatif
(perbandingan) dengan agama-agama lain. Dalam melakukan studi
perbandingan ini saya menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan
sejarah, pendekatan alamiah, dan pendekatan nalar rasio biasa. Sengaja
saya tidak menggunakan pendekatan kitab-kitab suci agar dapat secara
obyektif mengetahui hasilnya.
Berdasarkan tiga pendekatan itu, saya melihat Islam benar-benar agama
yang mudah dipahami ketimbang agama-agama lain. Dalam Islam saya
temukan bahwa semua rasul yang diutus Tuhan ke muka bumi mengajarkan
risalah yang satu, yaitu Tauhid. Selain itu, saya sangat tertarik pada
kitab suci umat Islam, yaitu Al-Qur’e2’80’99an. Kitab suci ini penuh
dengan kemukjizatan, baik ditinjau dari sisi bahasa, tatanan kata, isi,
berita, keteraturan sastra, data-data ilmiah, dan berbagai aspek
lainnya.
Ajaran Islam juga memiliki system nilai yang sangat lengkap dan
komprehensif, meliputi system tatanan akidah, kepercayaan, dan tidak
perlu perantara dalam beribadah. Dibanding agama lain, ibadah dalam
islam diartikan secara universal. Artinya, semua yang dilakukan baik
ritual, rumah tangga, ekonomi, sosial, maupun budaya, selama tidak
menyimpang dan untuk meninggikan siar Allah, nilainya adalah ibadah.
Selain itu,disbanding agama lain, terbukti tidak ada agama yang memiliki
system selengkap agama Islam.Hasil dari studi banding inilah yang
memantapkan hati saya untuk segera memutuskan bahwa Islam adalah agama
yang dapat menjawab persoalan hidup.
Masuk Islam
Setelah melakukan perenungan untuk memantapkan hati, maka di saat
saya berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, saya putuskan untuk
memeluk agama Islam. Oleh K.H.Abdullah bin Nuh al-Ghazali saya
dibimbing untuk mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat pada tahun 1984.
Nama saya kemudian diganti menjadi Syafii Antonio.
Keputusan yang saya ambil untuk menjadi pengikut Nabi Muhammad saw.
Ternyata mendapat tantangan dari pihak keluarga. Saya dikucilkan dan
diusir dari rumah. Jika saya pulang, pintu selalu tertutup dan terkunci.
Bahkan pada waktu shalat, kain sarung saya sering diludahi. Perlakuan
keluarga terhadap diri saya tak saya hadapi dengan wajah marah, tapi
dengan kesabaran dan perilaku yang santun. Ini sudah konsekuensi dari
keputusan yang saya ambil.
Alhamdulillah,perlakuan dan sikap saya terhadap mereka membuahkan
hasil. Tak lama kemudian mama menyusul jejak saya menjadi pengikut Nabi
Muhammad saw. Setelah mengikrarkan diri, saya terus mempelajari Islam,
mulai dari membaca buku, diskusi, dan sebagainya. Kemudian saya
mempelajari bahasa Arab di Pesantren an-Nidzom, Sukabumi, dibawah
pimpinan K.H.Abdullah Muchtar.
Lulus SMA saya melanjutkan ke ITB dan IKIP, tapi kemudian pindah ke
IAIN Syarif Hidayatullah. Itupun tidak lama, kemudian saya melanjutkan
sekolah ke University of yourdan (Yordania). Selesai studi S1 saya
melanjutkan program S2 di international Islamic University (IIU) di
Malaysia, khusus mempelajari ekonomi Islam.
Selesai studi, saya bekerja dan mengajar pada beberapa universitas.
Segala aktivitas saya sengaja saya arahkan pada bidang agama. Untuk
membantu saudara-saudara muslim Tionghoa, Saya aktif pada Yayasan Haji
Karim Oei. Di yayasan inilah para mualaf mendapat informasi dan
pembinaan. Mulai dari bimbingan shalat, membaca Al-Qur’e2’80’99an,
diskusi, ceramah, dan kajian Islam, hingga informasi mengenai agama
Islam. (Hamzah, mualaf.com)
Redaksi : Saat ini M Syafii Antonio aktif diberbagai Lembaga Keuangan
Islam/Syariah baik Bank maupun Non Bank, dan membina berbagai
pendidikan syariah
Dr. Muhammad Syafii Antonio, MSc
- Doktor Banking & Micro Finance, University of Melbourne, 2004
- Master of Economic, International Islamic University, Malayasia, 1992
- Sarjana Syariah, University of Jordan, 1990
- Komite Ahli Pengembangan Perbankan Syariah pada Bank Indonesia
- Dewan Komisaris Bank Syariah Mega Indonesia
- Dewan Syariah BSM
- Dewan Syariah Takaful
- Dewan Syariah PNM
- Dewan Syariah Nasional, MUI
Perbankan dan Syariah serta Pesantren.
Muhammad Syafii Antonio adalah seorang alumni pesantren yang tercebur ke dunia perbankan. Masuk pesantren dengan
alasan ingin mendalami Islam sebagai agama yang baru dianutnya, Syafii
menapak sukses hingga menjadi pakar ekonomi syariah nasional saat ini.
Ia memulai pendidikan pesantrennya pada 1985, ketika lulus dari SMU.
Ia masuk pesantren tradisional An-Nizham, Sukabumi. Alasannya ketika itu
ingin mendalami ilmu keislaman secara utuh. “Jika ingin menjadi muslim
yang komprehensif, pesantren adalah tempat yang ideal.”
Tiga tahun di pesantren, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan yang
lebih tinggi. Ia mendaftar ke ITB, IKIP, dan IAIN. Meski diterima,
karena ia ingin lebih besar untuk mempelajari Islam, Syafii memilih
belajar ke luar negeri. Lewat Muhammadiyah, ia mendapat kesempatan
belajar di Yordania untuk studi Islam bidang syariah.
Di saat yang sama ia juga mengambil kuliah ekonomi. Lalu ia
melanjutkan ke Al-Azhar untuk memperdalam studi Islam. Perjalanan
hidupnya berbelok ketika ia batal melanjutkan ke Manchester University
karena Perang Teluk. Akhirnya, ia mendaftar ke International Islamic
University Malaysia. Ia mengambil studi Banking and Finance dan selesai
pada 1992.
Syafii berkecimpung di perbankan syariah mulai tahun itu juga saat ia
bertemu delegasi Indonesia yang akan mendirikan bank syariah setelah
melihat contoh bank syariah di Malaysia.
Kembali ke Indonesia, ia bergabung dengan Bank Muamalat, bank dengan
sistem syariah pertama di Indonesia. Dua tahun setelah itu, ia
mendirikan Asuransi Takaful, lalu berturut-turut reksa dana syariah.
Empat tahun membesarkan Bank Muamalat, ia mundur dan mendirikan Tazkia
Group yang memiliki beberapa unit usaha dengan mengembangkan bisnis dan
ekonomi syariah.
Sebagai alumni pesantren, Syafii mengungkapkan ketidakyakinannya
bahwa kurikulum pesantren bisa menghasilkan seseorang dengan mental
teroris. “Apalagi pesantren tradisional atau salafi,” katanya. Pada
pesantren ini, tuntutan untuk tasawufnya cukup tinggi sehingga mereka
menekankan pada akhlak dan etika. “Bahkan saya melihat beberapa
pesantren bisa terjerumus pada zuhud yang negatif dan sangat
berseberangan dengan apa yang saya dorong sekarang,” katanya.
Begitu pula di beberapa pesantren modern dan progresif seperti
Gontor, Darunnajah, dan lain-lain, pendekatan metode belajarnya sudah
diperbarui. “Santrinya sudah menggunakan dua bahasa asing dan tidak
terlalu terikat pada mazhab tertentu dari sisi fiqih dan akidah.”
Kemudian ada jenis pesantren lainnya, yaitu yang mencoba tidak hanya
berkutat pada aspek teologi dan teori, tapi mungkin mereka mencoba untuk
merespons tantangan modernisasi dan westernisasi sebagai realisasi amar
ma’ruf nahi munkar. “Kalau yang terakhir ini yang dikembangkan beberapa
pesantren di Indonesia, tanpa saya berhak menyebut nama, mungkin itu
bisa jadi yang paling dekat pada pergerakan-pergerakan yang lebih
progresif,” katanya. Toh, kalau pun ada tersangka teroris, itu tak bisa
disebut mewakili pesantren dan ajaran Islam.
Sebagai alumni pesantren, Syafii juga memiliki kritik terhadap
pendidikan pesantren saat ini. “Saya lihat kurikulumnya harus ditinjau
ulang,” katanya. Ia mencontohkan kitab-kitab klasik yang diajarkan di
pesantren. “Konteks dan contohnya sudah sangat klasik dan belum tentu
selesai dipelajari dalam dua-tiga tahun,” katanya. Ia mengimbau agar
kurikulum pesantren memadatkan apa saja yang harus dipelajari santri.
“Ada target yang harus dirancang untuk santri,” katanya.
Selain itu, gaya belajar pesantren juga masih terpusat pada satu-dua
kiai. “Tak ada regenerasi dan tentu sangat berat bagi para kiai itu
untuk mengajar sekian banyak santri,” katanya. Karenanya, tak heran jika
terdapat jarak yang jauh dalam penguasaan ilmu antara kiai dan
asistennya.
Syafii melihat para kiai ilmunya sangat banyak dan ikhlas, tapi
kurang responsnya terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi, dan
kemasyarakatan. Dalam media apa pun, tulisan kiai sangat jarang sekali.
Ketika muncul pemikiran frontal, mereka cenderung reaktif, bukan
proaktif. “Seharusnya jika ada ide-ide jernih langsung dituliskan dan
disampaikan ke masyarakat,” katanya.
MUALLAF PENERJEMAH AL-QUR'AN KEDALAM BAHASA EKONOMI
00.10 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar